Hill Walking / Pendakian


I. Pendakian (Hill Walking)
Secara khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia memang hanya memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih menonjol adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested)
II. PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG

1. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter.
Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya.
3. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.
4. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain.
 III. BAHAYA DI GUNUNG

Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu pendakian.

1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan mental.
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain.
Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasan-keterbatasan pada diri kita sendiri.

IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN

Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu :

1. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
  • Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian.
  • Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya.
2. Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
- Kelompok pelopor
- Kelompok inti
- Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan (penanggungjawab koordinasi).
Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut.
Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini.
Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal.
3. Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).

VI. PENGETAHUAN DASAR BAGI MOUNTAINEER

1. Orientasi Medan
A. Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta
  • Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta.
  • Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapar dicapai :
  1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau sungai adalah kedudukan kita.
  2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah kedudukan kita.
  3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita daki.
B. Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa.
C. Peka dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal perjalanan.
Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula.
Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
2. Membaca Keadaan Alam
A. Keadaan udara
  • Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
  • Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angina panas, maka diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
  • Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk.
B. Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam, menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti :
- Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
- Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
- Sandi dari rumput/semak yang diikat

Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu kembali ke tempat semula atau pulang.

3. Tingkatan Pendakian gunung
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.

Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.

Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak. Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.

Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum berpengalaman.

Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin diperlukan.

Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.

Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.